Tulisan ini copy paste dari tulisan saya sendiri di Tahun 2011 (6 Tahun lalu).
Cerita mengenai isi seminar parenting Progam Sekolah Pengasuhan Anak yang diadakan oleh sekolah Parenting Auladi. sangat-sangat recommended. Jadwal dan programnya bisa dilihat di auladi.net .
Saya sering merekomendasikan acara ini ke teman dan saudara, dan alhamdulillah, mereka yang tertarik dan ikut, benar-benar merasakan bahwa harga mahal yang dibayarkan sangat sangat tidak percuma, dan malah salah satu dari teman saya yang kemudian ikut seminarnya seorang praktisi parenting yang (menurut saya) paling terkenal di Indonesia, pendapatnya "mbak, malah pas ikut seminarnya Bu .....kok ngga masuk di aku ya? ketinggian bahasanya, kalo yg seminarnya Abah aku bisa masuk banget banget"
hehehhe ini mah mungkin masalah persepsi doank ya, bukan bermaksud saya mebandingkan keduanya.
hihihihihi ceritanya sih tempo hari berminat banget ikut seminar abah di Bekasi yang hanya setengah hari, nah pas minta ijin ke suami dijawab "Yank Yank...meh melu seminar ping satus nek tanganmu ra iso ucul seko HP ki yo percuma. Nggak usah seminar-seminaran"
huakakakakak....antara sedih dan mengiyakan. hiks hiks..ya sudah lah akhirnya aku cari-cari lagi tulisanku yang lama, aku baca lagi dan ternyata lambat laun bnyk yang aku lupa praktekkan...ini masalah konsistensi ya sodara-sodara...
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PROGRAM SEKOLAH PENGASUHAN ANAK (PSPA) Tulisan di pertengahan Tahun 2011
Sebulan yang
lalu baca iklan tentang seminar parenting yang akan diadakan di Bekasi.
Pas baca-baca webnya lagi kayaknya bagus nih, dan harus ikut. Dan pas
tau jadwalnya, ternyata 2 hari tanggal 25-26 Juni full day (ngga pake
nginep) dari pagi sampe sore dengan biaya 450ribu (maheelll ya bok buat
ku), tapi nggapapa deh, insyaallah bener-bener bermanfaat dan bisa
membuka mata hatiku supaya bisa jadi orang tua yang baik buat anak-anak.
Hitung-hitung, hmmm tabrakan sama schedule yang lain, dan musti
pinter-pinter nyiasatinnya:
1. tabrakan sama acara
outbound gathering kantor…hiks hiks..sebenernya pengen ikut tapi
tetep aja prioritas ke acara seminarnya. Dan lagi pula acara tersebut
ngga wajib-wajib amat kok, kalo ngga ikut juga ngga kena
SP/denda/sanksi dll heheheh..dan, SIAP BOS, meski aku ngga ikut
acara tsb insyaallah selama di kantor aku tetep berusaha
kerjakan tugasku dengan baik.
2. family gathering kantor
suami…huhuhuhuhu….padahal lumayan tuh bia ngajak anak2 refreshing
gratis nonton lumba-lumba di gelanggang samudra trus berenang di
atlantis
3. ada acara offroad di Jakarta dan diajak suami nonton. Halllaaahhhh ngga penting ahhhh…
Alhamdulillah
aku masih merasa bahwa 3 acara tsb bisa ditinggalkan demi yang namanya
Seminar Program Sekolah Pengasuhan Anak (PSPA) selama 2 hari full dari
pagi sampe magrib. Aku , adalah salah satu orang tua di dunia ini yang
merasa masih harus meraba-raba sendiri bagaimana cara mendidik anak-
anakku supaya mereka tumbuh menjadi anak yang mandiri kelak. Mandiri
dalam pekerjaan, mandiri dalam mengambil keputusan. Aku hanya ingin
anak-anakku memanfaatkan kelebihan yang mereka miliki untuk kebaikan
dalam dunia akhhiratnya kelak, dan aku ingin anak-anakku bisa menutupi
segala kekurangannya agar kekurangan tsb tidak mencelakakan diri mereka
kelak.
Dan tiba lah hari yang dinanti, aku pamit ke
anak-anak “assalamualaikum sayang, mimmy sekolah dulu ya nak, I love u”.
alhamdulillah aku bisa mengikuti seminar ini selama 2 hari full, ngga
pake datang telat dan dapet tempat duduk depan. Acaranya baguuuuussss
banget. Tidak sekedar mengdengarkan paparan lalu tanya jawab. Tidak
sekedar melihat slide lalu kita mencatat, tp lebih dari sekedar itu. Si
Abah (pembicara: Bp Ihsan Baihaqi, yang akrab dipanggil abah)
menyajikannya memang dalam bentuk “sekolah”, ada simulasi beberapa kali
kita diposisikan sebagai anak, dan bukan sebagai orang tua yang mendapat
nasihat dan ceramah dari seorang pakar parenting. Di beberapa sesi
khusus , hampir semua peserta menitikkan airmata, menyadari bahwa apa
yang selama ini kami lakukan untuk anak kami benar-benar salah total
yang selalu menjadikan anak kita sebagai objek dan bukan subjek
pengasuhan. Subhanallah, aku benar-benar bersyukur ada di acara
tersebut.
Menurut Abah, pola pengasuhan orangtua pada umumnya jika tanpa ilmu, maka hanya bersumber pada 2 hal
-
warisan : kita akan mengikuti cara orang tua kita mendidik kita. Apa
yang kita ikuti ini tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah.
-
Meraba-raba: saat kita menyadari apa yg diwariskan dari orang tua kita
tidak benar, maka kita akan mencoba meraba-meraba alias anak dijadikan
objek percobaan.
Lain halnya jika kita mengisi diri kita
dengan ilmu. Contohnya adalah sering-sering lah kita membaca referensi
artikel dari berbagai media, artikel-artikel yang ditulis oleh pakarnya
dan disertai penelitian isinya akan lebih baik daripada artikel2 yang
ditulis oleh bukan pakarnya (*jaman sekarang banyak ibu-ibu muda yang
menulis konsep pengasuhan anaknya di blog*) , selain dari membaca,
mengikuti berbagai seminar parenting adalah salah satu cara kita sebagai
orang tua menimba ilmu tentang pengasuhan anak. Jika kita sebagai orang
tua yang tergolong mampu, tidak ada salahnya berkonsultasi dengan
psikolog mau pun dokter tumbuh kembang secara berkala (tiap 6 bulan/1thn
sekali),jangan salah, berkonsultasi dengan pakar tidak harus menunggu
anak kita bermasalah.
Menurut Abah, anak-anak yang
dianggap bermasalah, semua itu adalah salah dari orangtuanya sendiri
dalam menerapkan pendidikan dalam keluarga. Tanpa sadar, kita sering
sekali mematikan kreatifitas anak. Yang lebih buruk lagi, anak akan
meniru segala sesuatu dari orangtuanya.
Contoh
Kasus 1
Seorang
ibu memasak di dapur lalu anaknya yang masih batita mendekat dan
memainkan pisau. Lalu si ibu (gue banget) “aduh, jangan ikut-ikutan main
pisau ya nanti kena tangan, ke sana aja dulu”sambil mengambil pisau dan
manyun manyun.
====maksudnya sih baik, supaya ngga kena pisau, supaya masak bisa konsen, cepet selesai.
Jika
hal serupa diulang secara terus menerus, maka yang ada di benak si
anak adalah : aku ngga boleh ikut-ikutan, aku ngga boleh bantuin ibu,
ibu lebih suka masak daripada main sama aku, aku ngga boleh belajar
memasak.
Kasus 2
2 anak balita kakak
beradik bertengkar, adek menangis karena dipukul oleh kakak dan ayahnya
bertanya “kamu kenapa pukul adek?” “mainanku direbut” “ooo ngalah
donk, adik kan masih kecil, kamu main yg lain aja”
===maksudnya sih baik: kakak harus menjaga adeknya, menghibur si kaka dengan mainan yang lain
Jika
selalu diulang utk hal yang sama , Maka yang ada di benak si anak
adalah: “kapan ya adek besar, kalo adek besar boleh aku pukul, aku ngga
suka jadi anak pertama, ayah pilih kasih, dll”
Kasus 3
Anak
4thn diajak ke supermarket, sebelum berangkat, mamanya mengatakan
“nanti kita ke supermarket, adek boleh beli apa aja yang adek mau tapi
ngga boleh ambil coklat” dan si anak dengan senang hati mengiyakan.
Sampai di supermarket dan melewati rak belanja, si anak tiba-tiba
‘berubah pikiran’
“mama aku mau coklat”
“ngga boleh”
“coklat ya ma”
“mama bilang ngga boleh, tadi adek sudah janji”
“maaaaa…coklaatttt” lalu nangis dan menggertak keranjang belanjaan
Karena mendengar anak nangis lalu mama marah
“dikasitau
ngga boleh ya ngga boleh, malu tau kamu nangis di sini, mama laporin
satpam kalo kamu ngga nurut mama biar dibawa ke kantor polisi”
“mamaaaaa…COKLAAAATTTT” nangis tambah kenceng
Karena malu, akhirnya si mama sengaja ‘ngalah’ membelikan coklat.
====maksudnya baik kali ya,ngasi tau kalo anak nakal pas dewasa nanti , maka akan berurusan dgn polisi.
Jika
hal tersebut diulang, maka anak akan berfikir :nangis adalah senjata,
mama pembohong (ngga boleh kok jadi boleh), kalo nanti ada orang marah
sama aku aku juga akan ngomong sambil emosi juga, anak membenci satpam/polisi
pdhl belum tentu polisi itu jahat dsb.
Kasus 4
Saat di supermarket, soranga nak 5thn diajak ibunya ikut memilih apel.
“ayo kak, bantu mama pilih apel”
Kebetulan apel yg dipili si kakak adalah apel yang busuk
Secara langsung ibu langsung mengoreksi,
“aduh kok itu, itu kan busuk kak, nih lihat apel mama, bagus kan?”
===maksudnya baik, mengajak anak membedakan mana apel busuk dan tidak busuk.
Jika
hal tersebut diulang ulang utk hal lain dalam hidupnya, maka anak kita
akan berfikir bahwa: pilihan aku ngga sebagus pilihan mama, aku ngga
boleh ikut memilih, aku bodoh, aku ngga berguna dll.
Ke
empat kasus di atas adalah sebagian contoh bahwa kita telah mematikan
potensi anak, TANPA KITA SENGAJA sodara sodara sekalian. Mengapa hal itu
terjadi? Jawabannya adalaaaahhhh : KITA ADALAH ORANG TUA YANG NGGA MAU
REPOT, YANG PENTING ANAK ANTENG, NGGA REWEL, NGGA RIBUT, NGGA
BERTENGKAR, BAJU NGGAK KOTOR, NGGA NAIK-NAIK MEJA, NGGA BAU OMPOL, DE EL
EL ENDESBRE ENDESBRE .
***
Orang
tua yang baik selain berbicara yang lembut penuh kasih sayang, juga
harus mengerti bahwa setiap perkatannya tersebut berdampak bagaimana
untuk anaknya. Jangan sampai maksud kita baik tetapi diterjemahkan salah
oleh anak kita. Hal ini bisa berakibat fatal untuk pertumbuhannya saat
mereka dewasa kelak.
Contoh kasus di atas adalah orang tua yang
memangkas kreatifitas anak dan melakukan solusi bagi diri orang tua itu
sendiri. “yang penting sekarang beres, anak ngga rewel, ngga ngerecokin,
yg penting apel yg masuk ke plastik apel yg ngga busuk”
Lalu bagaimana solusinya jika kita mengalami kasus di atas?mari sodara-sodara, ini adalah saran dari Abah:
1. kasus dapur
Saat
kita sedang sibuk dan darurat, kita boleh merasa terganggu, tetapi
sebaiknya kosakata yang dipilih adalah kosakata yang tepat, tidak
membuat anak tersinggung dan merasa disingkirkan.
“ooo
adek mau main sama mama ya?mama lagi masak kesukaan adek nih, oke, mama
janji setelah selesai nanti kita main, sini mama minta pisaunya dulu”
Coba bandingkan “aduh, jangan ikut-ikutan main pisau ya nanti kena tangan, ke sana aja dulu”
Intinya sama ya..tapi caranya berbeda, dampak buat anak juga sangaatttt berbeda.
2. kasus rebutan mainan
abah
mengatakan bahwa bertengkar dan berebut adalah salah satu media anak
belajar mengelola konflik di masa depan. Untuk mengelola kasus “rebutan”
sebaiknya terlebih dahulu anak dikenalkan konsep kepemilikan, “ini
mainan adek, ini punya kakak, adek harus ijin ke kakak kalo mau pinjem,
boleh main bareng , tapi ngga ada mainan milik bersama” dengan konsep
kepemilikan tsb, maka anak akan mengetahui mana yang boleh dipakai dan
mana yang tidak menjadi haknya. Jika hal ini dibiasakan maka saat mereka
dewasa nanti tidak akan lebih mudah mengambil milik orang lain, tidak
dengan enaknya pakai mobil dinas untk tamasya, tidak dengan enaknya
pakai fasilitas umum untuk pribadi, lha wong mau pake punya sodara
sendiri aja ngga berani apa lagi punya orang lain.begitu isitilahnya.
Untuk kasus nomr 2 di atas, ini lah saran abah yang harus kita ucapakan.
“ooo
mainan kakak diambil adek?kalo mainan kaka diambil adek, kakak boleh
ambil lagi, itu punya kakak, dan adek ngga ijin, tapi ayah sedih kalo
kakak pukul adek, kalia harus saling sayang, silahkan minta maaf ke adek
karena akakk pukul adek, nanti ayah kasi tau adek ngga boleh
sembarangan ambil mainan kakak tanpa ijin” (ngomongnya jangan sambil
cepet-cepet ya dan sambil senyum, kalo ngmg baik tp nadanya kayak orang
ngomel ya percumcum)
Pada kenyataannya jawaban ini lebih
simple ” “ooo ngalah donk, adik kan masih kecil, kamu main yg lain aja”
lebih sederhana ya, tapi dengan kita mengulang utk kasus yang mirip,
kita tidak mengajarkan apa-apa sama sekali justru kita yang
menjerumuskan.
Kasus 3: chocolate on supermarket
Jika
anak rewel, sering kali kita NGGA TEGA dan lalu mengalah, padahal
dengan begitu, si anak akan makin keras dan membuktikan bahwa kita
lemah. Yang lebih parah lagi, anak akan menilai kita sebagai pembohong
dan itu boleh dilakukan oleh orang dewasa. (duuuhhhh). Jika kita
mengalami hal tersebut, yang harus dipegang adalah sekali TIDAK tetap
TIDAK. Biarkan anak menangis sampe puas. Atau kalau ngga tahan ,
tinggalkan keranjang belanjaan dan pulang, yang pasti jgn menarik ulur
perkataan kita sendiri. Kalo saja di kasus tersebut kita ‘ngalah’ , kita
hanya mengambil solusi utk diri kita sendiri dan kita berpuas diri
dalam hati “ahhh legaaa, anak diem anteng, lanjut deh belanjanya”.
Helloooo pikirkan lagi dampaknya utk masa depan anak.
KAsus 4: apel mana yang busuk
Utk
kasus memilih, sering kali orangtua menjadi solusi utk anaknya, bukan
mengajak mencari solusi. Makan anak akan ragu dalam mengambil keputusan.
Jika kita mengalami kasus 4, lalu bagaimana?
*anak mengambil apel yg kebetulan busuk
“ooo kakak ambil yg itu?sini mama pegang, kakak ambil lagi yang lain”
Lalu si anak mengambil lagi yg busuk
“coba kaka ambil lagi satu”
Kebetulan langsung dpt apel yg bagus
Lalu sandingkan antara apel yg busuk dan yg bagus
“coba lihat, apel yg ini begini, ada hitam-hitamnya, coba dicium baunya”
“yang ini wangi ya mah?yang ini baunya ngga enak”
“kakak suka yg mana?yang ini atau yg ini?
“yang wangi deh ma”
“coba ambil lagi yang sama lalu masukkan lagi ke plastik”
Nah
kan, Dapet deh solusinya, sekalian mengajarkan konsep busuk/bagus
dengan mengajak anak berfikir, sehingga anak sendiri yang memutuskan
mana apel yg bagus mana apel yg busuk, oleh mereka sendiri, bukan kita.
Menurut
Abah, anak yang bermasalah adalah anak yang kurang perhatian dan anak
yang overdosis perhatian. Jika tidak terlalu dikekang ya anak yang
terlalu dibebaskan.
Nah, biar ngga salah kaprah, ada 4 hal yang harus dilakukan dalam mendidik anak:
- memberikan kebebasan
kebebasan
yang dimaksud adalah selama kebebasan itu tidak melanggar
syariat/aturan/norma, tidak membahayakan dan tidak merugikan orang
lain. Terlalu membatasi sama halnya memotong kreatifitas anak. Untk anak
balita, jangan sedikit2 “ngga boleh, jangan, bahaya, dll” jika memang
ada benda yang membahayakan jika dipegang si anak, ya please deh kita
udah tau gitu lohh, langsung disingkirkan sblm anak kita penasaran.
2. memberi batasan
batasan
atau dalam hal ini aturan. Buatlah aturan di rumah dengan tegas, untk
anak-anak hal ini bisa diterapkan setelah anak bisa diajak
berkomunikasi. Mulai umur2 -3thn. Contoh, beli mainan sebulan seakali,
tidak berada di luar rumah setelah azan maghrib, nonton tv berapa jam
sehari. Utk anak yg sudah remaja, kita bisa membuat aturan ini dengan
melibatkan anak. Hukuman dan reward itu sekali-kali perlu, tetapi
menurut Abah tidak begitu penting. Yang penting buat lah Anak kita sadar
bahwa apa yang boleh dan tidak boleh, itu karena aturan. Aturan kita,
aturan Negara, aturan Allah swt.
3. Menguatkan kebaikan
Maksudnya adalah kita sebagai orangtua adalah contoh bagi anak-anak kita.
4. mengajak anak berkomunikasi dan menjadi pendengar yang baik.
Sejak
kecil biasakan lah kuatkan bonding kita dengan anak melalui komunikasi.
Dalam hal ini komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi 2 arah yang
berkualitas. Bukan sekedar menasehati, bukan sekedar bertanya dan anak
menjawab. Untk orang tua yang 22nya bekerja dan anak diasuh oleh
pembantu, Abah mewajibkan setidaknya 30menit setiap hari kita
menghabiskan waktu bersama anak. Bersama bukan berarti di samping anak.
Bersama anak = tanpa didampingi Tv, tanpa facebook, tanpa masakan, tanpa
sms’an, tanpa aktifitas di mesin cuci, dll. Contohnya adalah mengajak
anak bermain masak-masakan, menemani anak belajar dan wajib perhatian
kita benar2 tercurah utk anak saat itu serta kita benar2 terjun di dunia
nya saat itu.. Dengan begini, meski anak tidak menghabiskan bnyk waktu dgn
kita orangtuanya sehari-harinya, seburuk apa pun pengaruh lingkungan di luar, kita lah
sosok terpenting dalam hidupnya, karena secara kodrat sudah ada ikatan
batin, jika ikatan itu tidak dipupuk, maka anak mudah terpengaruh dunia
luar (pembantu, teman, pola asuh neneknya, TV, dll)
5. Menurut penelitian yang pernah abah lakukan, anak-anak yang hidupnya bermasalah dan sering terlibat kenakaln remaja adalah BIASANYA anak tengah. Ini menurut data penelitian abah lho ya. Kenapa? Mengasuh anak tengah (sebenernya semua anak sih) itu kalo salah jalan, berakibat pada buruknya masa remaja dan dewasanya kelak. Anak tengah BIASANYA dituntut mengalah dari adeknya yang bungsu dan sering jadi sasaran kenakalan kakaknya, alias perasaannya sering jadi korban dan terabaikan. Yuk Yak yukkkkk yang punya anak tengah , ayo koreksi diri apakah kita sudah adil dan tidak mengabaikan perasaannya sehari-hari. Betewe betewe, saya sendiri anaktengah nih hehhehehehe tapi alhamdulillah tidak pernah terlibat kenakalan remaja.
Dan
lagi, Abah menekankan bahwa tujuan kita mendidik anak adalah utk
keselamatan dunia akhiratnya. Banyak hal-hal yang ngga principal dianut
oleh orang tua jaman sekarang. Anak diwajibkan mengejar nilai, pinter
berhitung , dll. Menurut Abah, LEBIH CEPAT BELUM TENTU LEBIH BAIK.
Contohnya anak usia 2thn diajari membaca. Kalo orang tua paham, bukan
mambacanya itu yang penting, tp bagaimana anak suka membaca dan belajar.
Anak bisa solat dan membaca alquran umur 4thn, itu ngga penting, yang
penting bagaimana kita mengarahkan anak menerapkan agama di masa
depannya, jangan sampai suatu saat jika mereka dewasa mengerjakan ibadah
secara lengkap tp korupsi di kantornya, rajin baca alquran tp ngga
ngerti maknanya. Terapkan lagi diri kita dan anak anak kita bahwa semua
perbuatan itu ada balasannya.
Bukan berarti Abah menentang
sistem pendidikan Negara kita. Menurut Abah, sekolah di Indonesia
terlalu rumit, anak2 dipaksa menguasai banyk mata pelajaran dan yg
terpenting adalah nilai bahkan ada guru di sebuah sekolah yang
menyarankan contek masal. Pada kenyataannya anak2 beliau bersekolah di
sekolah biasa, dan jadi juara di kelasnya. Tapi bukan itu yang penting.
Yang ditekankan abah pada anak2nya adalah Nilai memang penting dan wajib
di kejar karena kalau nilai bagus kalian bisa sekolah di tempat yg
kalian inginkan. Dan ada yang lebih penting dari sekedar nilai, anak2
ditekankan pada makna belajar. Dan selain itu, jika kita menerapkan
pola asuh yang benar untuk anak kita, segala pengaruh negatif dari luar
tidak mempan masuk ke dalam otak anak kita.
Dan lagi,
semua anak itu unik. Diciptakan Allah untuk dititipkan pada kita.
Seburuk-buruknya anak, pasti ada kelebihannya. Tugas kita lah bagaimana
menonjolkan kelebihannya sehingga bermanfaat di hidupnya. Dan
sepandai-pandainya anak, pasti punya kelemahan, tugas kita lah yang
belajar agar kelemahannya tidak merugikan mereka di satu saat nanti. contoh : seorang anak extrovert akan lebih mudah menyapa dan bergaul meski itu adalah dgn orang dewasa yang belum dikenalnya, misalnya : abah pernah ketemu di supermarket anak 5 tahun "om, kok sendirian, anaknya mana?" wkwkwkwkwk anak kecil belum ditanya malah nanya duluan, tentu yang jadi orangtuanya seneng ya punya anak PD abis, tapiiiiii kelemahan anak model begini adalah GAMPANG DIAJAK ORANG ALIAS DICULIK. Nah loooo....makanya jangan lihat kelebihan anak doank, tapi antisipasi kemungkinan buruknya juga.
Selesai
dari acara tersebut aku langsung praktekan untk anakku. Ceritanya
begini ya sodara-sodara…selesai acara aku dijemput suamiku dan Fiqi.
Sambil menunggu suami solat mghrib, aku duduk di anak tangga bersama
FiQi. Ceritanya aku mengajak anakku ‘berkomunikasi efektif’ dengan
memintanya naik tangga sendirian. Kebetulan di rumahku kan ngga ada lantai 2 nya.
“ayo kak, kakak mau nggak naik ke sana ngga sama mimmy”
Sambil senyum “hiiii ngga mau”
Kenapa kak?
“takut”
----langsung deh inget jaman dulu Fiqi umur 1thn udah merayap di tangga
rumah eyang dan aku selalu “FiQi jangan ah, nanti jatuh, blab la bla”
“ayo donk kak, nggapapa”
Lalu
dia berdiri dan naik ke satu anak tangga sambil bilang “takut mimmy,
kakak ngga bisa” ----kalo lama-lama begini terus pesimis deh ini anak
“ayo sayang , kakak kan pinter, ayo naik pake dihitung tangganya”
Butuh agak lama ‘merayunya’ aku terapkan jurus2 abah dan sampe akhirnya dia bener2 mau dan bisa naik sampe tangga ke enam.
Dan lalu dia senyum “kakak bisaaaaaa”
Lalu
dia turun dan aku peluk sambil kami tertawa “kakak, kalo kakak bisa
namanya kakak anak piiiinnnn” “TEEEEEEE” begitu riangnya dia dan ceria..
Yaachh
sepele sih, Cuma perkara naik tangga doank. Sambil ku sesali aku yang
dulu-dulu bersikap terlalu “ngga mau repot” aku pikir lagi “gimana kalo
aku ngga berubah dan begini terus, bisa-bisa anakku benar2 tumbuh jadi
anak yang penakut, dikit2 takut, pesimis dll. Alhamdulillah, aku masih
diberi kesempatan oleh Allah untk berubah, demi anak-anak.
Selesai
suamiku solat magrib, di perjalanan pulang kuceritakan padanya dan
sedikit aku ‘laporkan’ apa hasil seminarku 2 hari. “pokoknya ya mas,
kita jangan lagi bla bla bla bla, anak-anak bisa blablabla, nanti
lengkapnya aku cerita di rumah”
Suami dgn santainya “kamu aja
yank, renang ngga berani, parkir mundur sampe sekarang masih gemeteran,
bawa mobil suka shock sendiri di tengah jalan, kok anak- anak dilarang
takut.”
“yeach kan aku begini, masa juga pengen anakku
begini, aku begini juga kali aja dulu bapak ibuk ngajarin aku ngga boleh
ini ngga boleh itu, tp kan ngga boleh kalo sekarang aku menyalahkan
mereka, toh mereka hanya mewarisi nenek moyangnya, dan mana ada jaman
dulu parenting2an beginian,informasi gratis di internet, mana mampu
belanja buku2 psikolog anak dll” **versi pembelaan seorang istri yang
ngga berani bawa mobil ngebut tp ngga mau disalahin ^_^
Janjiku
pada anak-anak, insyaallah aku akan selalu belajar menjadi orang tua
yang baik. Demi mereka aku ikut acara ini, demi mereka aku belajar, dan
insyaallah tidak ada yang terlambat.
Sebenrnya tulisan ini
ngga seberapa isinya disbanding isi seminar kemarin. Bener2 ngga nyesel
deh aku. Banyak orang tua (ayah maupun ibu) yang ikut acara ini dan
merasa bersalah pada anaknya selama ini, mereka berpikir saat ini sudah
menjadi orang tua yang baik pada akhirnya menyesali sikap mereka selama
ini yang ternyata salah dan menyakiti. **kalo aku sih ya, jujur karena
merasa masih jadi orang tua yg ala kadarnya, yang bandel dll, makanya
mau ikut acara ini**lah mereka yang udah merasa terbaik aja menyesal dgn
sikapnya selama ini sampe nangis-nangis gitu, apalagi akuuuuuu
huhuhuhuhuhu…..
Tak ada yang terlambat untuk belajar,
apalagi belajar menjadi orang tua adalah tugas kita seumur hidup. Saat
di akhirat nanti kita lah yang dimintai pertanggungjawaban atas anak
kita, bukan gurunya, temannya, neneknya. Saat kita tua, kita ingin anak
kita menjadi orang dewasa yang sukses, dan merawat kita saat kita renta
dgn ikhlas. Saat kita meningal, kita yakin anak-anak kita mendoakan kita
dengan tulus dan tidak sekedar berebut warisan. Warisan harta tak
seberapa dibandingkan dengan warisan anak.
Ihhh panjang
bener tulisannya..maaf ya kalo begitu membosankan karena aku bukan
penulis. Isi seminarnya jaauuuhhhh lebih bagus daripada ini. Jika nanti
ada seminar Program Sekolah Pengasuh Anak (PSPA) di kota teman-teman
tinggal (lihat jadwal di link INI) , silahkan ikut. hari ini aku Hanya ingin berbagi. Jika ada
bagian cerita yang dirasa negatif, mohon jgn diambil. Semoga bermanfaat.
Salam
-ayu-
Dapat broadcast tulisan ini...terima kasih ya, Mba, sudah berbagi.
BalasHapusEh iya sama, saya juga sampai ngga percaya tulisan ini pernah dibroadcast di grup WA. Terimakasih sudah mampir di blog ini.
BalasHapus