Senin, 27 Februari 2017

Seminar PSPA Abah Ihsan Baihaqi

Tulisan ini copy paste dari tulisan saya sendiri di Tahun 2011 (6 Tahun lalu). 
Cerita mengenai isi seminar parenting Progam Sekolah Pengasuhan Anak yang diadakan oleh sekolah Parenting Auladi. 

sangat-sangat recommended. Jadwal dan programnya bisa dilihat di auladi.net  . 
Saya sering merekomendasikan acara ini ke teman dan saudara, dan alhamdulillah, mereka yang tertarik dan ikut, benar-benar merasakan bahwa harga mahal yang dibayarkan sangat sangat tidak percuma, dan malah salah satu dari teman saya yang kemudian ikut seminarnya seorang praktisi parenting yang (menurut saya) paling terkenal di Indonesia, pendapatnya "mbak, malah pas ikut seminarnya Bu .....kok ngga masuk di aku ya? ketinggian bahasanya, kalo yg seminarnya Abah aku bisa masuk banget banget" 

hehehhe ini mah mungkin masalah persepsi doank ya, bukan bermaksud saya mebandingkan keduanya. 


hihihihihi ceritanya sih tempo hari berminat banget ikut seminar abah di Bekasi yang hanya setengah hari, nah pas minta ijin ke suami  dijawab "Yank Yank...meh melu seminar ping satus nek tanganmu ra iso ucul seko HP ki yo percuma. Nggak usah seminar-seminaran"
huakakakakak....antara sedih dan mengiyakan. hiks hiks..
ya sudah lah akhirnya aku cari-cari lagi tulisanku yang lama, aku baca lagi dan ternyata lambat laun bnyk yang aku lupa praktekkan...ini masalah konsistensi ya sodara-sodara...


 ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 
PROGRAM SEKOLAH PENGASUHAN ANAK (PSPA) Tulisan di pertengahan Tahun 2011

Sebulan yang lalu baca iklan tentang seminar parenting yang akan diadakan di Bekasi. Pas baca-baca webnya lagi kayaknya bagus nih, dan harus ikut. Dan pas tau jadwalnya, ternyata 2 hari tanggal 25-26 Juni full day (ngga pake nginep) dari pagi sampe sore dengan biaya 450ribu (maheelll ya bok buat ku), tapi nggapapa deh, insyaallah bener-bener bermanfaat dan bisa membuka mata hatiku supaya bisa jadi orang tua yang baik buat anak-anak. Hitung-hitung, hmmm tabrakan sama schedule yang lain, dan musti pinter-pinter nyiasatinnya:
  1. tabrakan sama acara outbound gathering kantor…hiks hiks..sebenernya pengen ikut tapi tetep aja prioritas ke acara seminarnya. Dan lagi pula acara tersebut ngga wajib-wajib amat kok, kalo ngga ikut juga ngga kena SP/denda/sanksi dll heheheh..dan, SIAP BOS, meski aku ngga ikut acara tsb insyaallah selama  di kantor aku tetep berusaha kerjakan tugasku dengan baik.

 2. family gathering kantor suami…huhuhuhuhu….padahal lumayan tuh bia ngajak anak2 refreshing gratis nonton lumba-lumba di gelanggang samudra trus berenang di atlantis

 3.  ada acara offroad di Jakarta dan diajak suami nonton. Halllaaahhhh ngga penting ahhhh…

Alhamdulillah aku masih merasa bahwa 3 acara tsb bisa ditinggalkan demi yang namanya Seminar Program Sekolah Pengasuhan Anak (PSPA) selama 2 hari full dari pagi sampe magrib. Aku , adalah salah satu  orang tua di dunia ini yang merasa masih harus meraba-raba sendiri bagaimana cara mendidik anak- anakku supaya mereka tumbuh menjadi anak yang mandiri kelak. Mandiri dalam pekerjaan, mandiri dalam mengambil keputusan. Aku hanya ingin anak-anakku memanfaatkan kelebihan yang mereka miliki untuk kebaikan dalam dunia akhhiratnya kelak, dan aku ingin anak-anakku bisa menutupi segala kekurangannya agar kekurangan tsb tidak mencelakakan diri mereka kelak.

Dan tiba lah hari yang dinanti, aku pamit ke anak-anak “assalamualaikum sayang, mimmy sekolah dulu ya nak, I love u”. alhamdulillah aku bisa mengikuti seminar ini selama 2 hari full, ngga pake datang telat dan dapet tempat duduk depan. Acaranya baguuuuussss banget. Tidak sekedar mengdengarkan paparan lalu tanya jawab. Tidak sekedar melihat slide lalu kita mencatat, tp lebih dari sekedar itu. Si Abah (pembicara: Bp Ihsan Baihaqi, yang akrab dipanggil abah)  menyajikannya memang dalam bentuk “sekolah”, ada simulasi beberapa kali kita diposisikan sebagai anak, dan bukan sebagai orang tua yang mendapat nasihat dan ceramah dari seorang pakar parenting. Di beberapa sesi khusus , hampir semua peserta menitikkan airmata, menyadari bahwa apa yang selama ini kami lakukan untuk anak kami benar-benar salah total yang selalu menjadikan anak kita sebagai objek dan bukan subjek pengasuhan. Subhanallah, aku benar-benar bersyukur ada di acara tersebut.

Menurut Abah, pola pengasuhan orangtua pada umumnya jika tanpa ilmu, maka hanya bersumber pada 2 hal
-         warisan : kita akan mengikuti cara orang tua kita mendidik kita. Apa yang kita ikuti  ini tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah.
-         Meraba-raba: saat kita menyadari apa yg diwariskan dari orang tua kita tidak benar, maka kita akan mencoba meraba-meraba alias anak dijadikan objek percobaan.

Lain halnya jika kita mengisi diri kita dengan ilmu. Contohnya adalah sering-sering lah kita membaca referensi artikel dari berbagai media, artikel-artikel yang ditulis oleh pakarnya dan disertai penelitian isinya akan lebih baik daripada artikel2 yang ditulis oleh bukan pakarnya (*jaman sekarang banyak ibu-ibu muda yang menulis konsep pengasuhan anaknya di blog*) , selain dari membaca, mengikuti berbagai seminar parenting adalah salah satu cara kita sebagai orang tua menimba ilmu tentang pengasuhan anak. Jika kita sebagai orang tua yang tergolong mampu, tidak ada salahnya berkonsultasi dengan psikolog mau pun dokter tumbuh kembang secara berkala (tiap 6 bulan/1thn sekali),jangan salah,  berkonsultasi dengan pakar tidak harus menunggu anak kita bermasalah.

Menurut Abah, anak-anak yang dianggap bermasalah, semua itu adalah salah dari orangtuanya sendiri dalam menerapkan pendidikan dalam keluarga. Tanpa sadar, kita sering sekali mematikan kreatifitas anak. Yang lebih buruk lagi, anak akan meniru segala sesuatu dari orangtuanya.

Contoh

Kasus 1
Seorang ibu memasak di dapur lalu anaknya yang masih batita mendekat dan memainkan pisau. Lalu si ibu (gue banget) “aduh, jangan ikut-ikutan main pisau ya nanti kena tangan, ke sana aja dulu”sambil mengambil pisau dan manyun manyun.
====maksudnya sih baik, supaya ngga kena pisau, supaya masak bisa konsen, cepet selesai.

Jika hal serupa  diulang secara terus menerus, maka yang ada di benak si anak adalah : aku ngga boleh ikut-ikutan, aku ngga boleh bantuin ibu, ibu lebih suka masak daripada main sama aku, aku ngga boleh belajar memasak.



Kasus 2
2 anak balita kakak beradik bertengkar, adek menangis karena dipukul oleh kakak dan ayahnya bertanya “kamu kenapa pukul adek?”  “mainanku direbut” “ooo ngalah donk, adik kan masih kecil, kamu main yg lain aja”
===maksudnya sih baik: kakak harus menjaga adeknya, menghibur si kaka dengan mainan yang lain

Jika selalu diulang utk hal yang sama , Maka yang ada di benak si anak adalah: “kapan ya adek besar, kalo adek besar boleh aku pukul, aku ngga suka jadi anak pertama, ayah pilih kasih, dll”


Kasus 3
Anak 4thn diajak ke supermarket, sebelum berangkat, mamanya mengatakan “nanti kita ke supermarket, adek boleh beli apa aja yang adek mau tapi ngga boleh ambil coklat”  dan si anak dengan senang hati mengiyakan. Sampai di supermarket dan melewati rak belanja, si anak tiba-tiba ‘berubah pikiran’
“mama aku mau coklat”
“ngga boleh”
“coklat ya ma”
“mama bilang ngga boleh, tadi adek sudah janji”
“maaaaa…coklaatttt” lalu nangis dan menggertak keranjang belanjaan
Karena mendengar anak nangis lalu mama marah
“dikasitau ngga boleh ya ngga boleh, malu tau kamu nangis di sini, mama laporin satpam kalo kamu ngga nurut mama biar dibawa ke kantor polisi”
“mamaaaaa…COKLAAAATTTT” nangis tambah kenceng
Karena malu, akhirnya si mama sengaja ‘ngalah’ membelikan coklat.

====maksudnya baik kali ya,ngasi tau kalo anak nakal pas dewasa nanti , maka akan berurusan dgn polisi.

Jika hal tersebut diulang, maka anak akan berfikir :nangis adalah senjata, mama pembohong (ngga boleh kok jadi boleh), kalo nanti ada orang marah sama aku aku juga akan ngomong sambil emosi juga, anak membenci satpam/polisi pdhl belum tentu polisi itu jahat dsb.

Kasus 4
Saat di supermarket, soranga nak 5thn diajak ibunya ikut memilih apel.
“ayo kak, bantu mama pilih apel”
Kebetulan apel yg dipili si kakak adalah apel yang busuk
Secara langsung ibu langsung mengoreksi,
 “aduh kok itu, itu kan busuk kak, nih lihat apel mama, bagus kan?”
===maksudnya baik, mengajak anak membedakan mana apel busuk dan tidak busuk.

Jika hal tersebut diulang ulang utk hal lain dalam hidupnya, maka anak kita akan berfikir bahwa: pilihan aku ngga sebagus pilihan mama, aku ngga boleh ikut memilih, aku bodoh, aku ngga berguna dll.

Ke empat kasus di atas adalah sebagian contoh bahwa kita telah mematikan potensi anak, TANPA KITA SENGAJA sodara sodara sekalian. Mengapa hal itu terjadi? Jawabannya adalaaaahhhh : KITA ADALAH ORANG TUA YANG NGGA MAU REPOT, YANG PENTING ANAK ANTENG, NGGA REWEL, NGGA RIBUT,  NGGA BERTENGKAR, BAJU NGGAK KOTOR, NGGA NAIK-NAIK MEJA, NGGA BAU OMPOL, DE EL EL ENDESBRE ENDESBRE .

***
***
Orang tua yang baik selain berbicara yang lembut penuh kasih sayang, juga harus mengerti bahwa setiap perkatannya tersebut berdampak bagaimana untuk anaknya. Jangan sampai maksud kita baik tetapi diterjemahkan salah oleh anak kita. Hal ini bisa berakibat fatal untuk pertumbuhannya saat mereka dewasa kelak.
Contoh kasus di atas adalah orang tua yang memangkas kreatifitas anak dan melakukan solusi bagi diri orang tua itu sendiri. “yang penting sekarang beres, anak ngga rewel, ngga ngerecokin, yg penting apel yg masuk ke plastik apel yg ngga busuk”

Lalu bagaimana solusinya jika kita mengalami kasus di atas?mari sodara-sodara, ini adalah saran dari Abah:

1. kasus dapur
Saat kita sedang sibuk dan darurat, kita boleh merasa terganggu, tetapi sebaiknya kosakata yang dipilih adalah kosakata yang tepat, tidak membuat anak tersinggung dan merasa disingkirkan.

“ooo adek mau main sama mama ya?mama lagi masak kesukaan adek nih, oke, mama janji setelah selesai nanti kita main, sini mama minta pisaunya dulu”

Coba bandingkan “aduh, jangan ikut-ikutan main pisau ya nanti kena tangan, ke sana aja dulu”
Intinya sama ya..tapi caranya berbeda, dampak buat anak juga sangaatttt berbeda.


2.   kasus rebutan mainan

abah mengatakan bahwa bertengkar dan berebut adalah salah satu media anak belajar mengelola konflik di masa depan. Untuk mengelola kasus “rebutan” sebaiknya terlebih dahulu anak dikenalkan konsep kepemilikan, “ini mainan  adek, ini punya kakak, adek harus ijin ke kakak kalo mau pinjem, boleh main bareng , tapi ngga ada mainan milik bersama”  dengan konsep kepemilikan tsb, maka anak akan mengetahui mana yang boleh dipakai dan mana yang tidak menjadi haknya. Jika hal ini dibiasakan maka saat mereka dewasa nanti tidak akan lebih mudah mengambil milik orang lain, tidak dengan enaknya pakai mobil dinas untk tamasya, tidak dengan enaknya pakai fasilitas umum untuk pribadi, lha wong mau pake punya sodara sendiri aja ngga berani apa lagi punya orang lain.begitu isitilahnya.
Untuk kasus nomr 2 di atas, ini lah saran abah yang harus kita ucapakan.

“ooo mainan kakak diambil adek?kalo mainan kaka diambil adek, kakak boleh ambil lagi, itu punya kakak, dan adek ngga ijin, tapi ayah sedih kalo kakak pukul adek, kalia harus saling sayang, silahkan minta maaf ke adek karena akakk pukul adek, nanti ayah kasi tau adek ngga boleh sembarangan ambil mainan kakak tanpa ijin” (ngomongnya jangan sambil cepet-cepet ya dan sambil senyum, kalo ngmg baik tp nadanya kayak orang ngomel ya percumcum)

Pada kenyataannya jawaban ini lebih simple ” “ooo ngalah donk, adik kan masih kecil, kamu main yg lain aja”  lebih sederhana ya, tapi dengan kita mengulang utk kasus yang mirip, kita tidak mengajarkan apa-apa sama sekali justru kita yang menjerumuskan.


Kasus 3: chocolate on supermarket

Jika anak rewel, sering kali kita NGGA TEGA dan lalu mengalah, padahal dengan begitu, si anak akan makin keras dan membuktikan bahwa kita lemah. Yang lebih parah lagi, anak akan menilai kita sebagai pembohong dan itu boleh dilakukan oleh orang dewasa. (duuuhhhh). Jika kita mengalami hal tersebut, yang harus dipegang adalah sekali TIDAK tetap TIDAK. Biarkan anak menangis sampe puas. Atau kalau ngga tahan , tinggalkan keranjang belanjaan dan pulang, yang pasti jgn menarik ulur perkataan kita sendiri. Kalo saja di kasus tersebut kita ‘ngalah’ , kita hanya mengambil solusi utk diri kita sendiri dan kita berpuas diri dalam hati “ahhh legaaa, anak diem anteng, lanjut deh belanjanya”. Helloooo pikirkan lagi dampaknya utk masa depan anak.

KAsus 4: apel mana yang busuk
Utk kasus memilih, sering kali orangtua menjadi solusi utk anaknya, bukan mengajak mencari solusi. Makan anak akan ragu dalam mengambil keputusan. Jika kita mengalami kasus 4, lalu bagaimana?
*anak mengambil apel yg kebetulan busuk
“ooo kakak ambil yg itu?sini mama pegang, kakak ambil lagi yang lain”
Lalu si anak mengambil lagi yg busuk
“coba kaka ambil lagi satu”
Kebetulan langsung dpt apel yg bagus
Lalu sandingkan antara apel yg busuk dan yg bagus
“coba lihat, apel yg ini begini, ada hitam-hitamnya, coba dicium baunya”
“yang ini wangi ya mah?yang ini baunya ngga enak”
“kakak suka yg mana?yang ini atau yg ini?
“yang wangi deh ma”
“coba ambil lagi yang sama lalu masukkan lagi ke plastik”

Nah kan, Dapet deh solusinya, sekalian mengajarkan konsep busuk/bagus dengan mengajak anak berfikir, sehingga anak sendiri yang memutuskan mana apel yg bagus mana apel yg busuk, oleh mereka sendiri, bukan kita.



Menurut Abah, anak yang bermasalah adalah anak yang kurang perhatian dan anak yang overdosis perhatian. Jika tidak terlalu dikekang ya anak yang terlalu dibebaskan.
Nah, biar ngga salah kaprah, ada 4 hal yang harus dilakukan dalam mendidik anak:
  1. memberikan kebebasan
kebebasan yang dimaksud adalah selama kebebasan itu tidak melanggar syariat/aturan/norma, tidak membahayakan dan  tidak merugikan orang lain. Terlalu membatasi sama halnya memotong kreatifitas anak. Untk anak balita, jangan sedikit2 “ngga boleh, jangan, bahaya, dll” jika memang ada benda yang membahayakan jika dipegang si anak, ya please deh kita udah tau gitu lohh, langsung disingkirkan sblm anak kita penasaran.

 2. memberi batasan
batasan atau dalam hal ini aturan. Buatlah aturan di rumah dengan tegas, untk anak-anak hal ini bisa diterapkan setelah anak bisa diajak berkomunikasi. Mulai umur2 -3thn. Contoh, beli mainan sebulan seakali, tidak berada di luar rumah setelah azan maghrib, nonton tv berapa jam sehari. Utk anak yg sudah remaja, kita bisa membuat aturan ini dengan melibatkan anak. Hukuman dan reward itu sekali-kali perlu, tetapi menurut Abah tidak begitu penting. Yang penting buat lah Anak kita sadar bahwa apa yang boleh dan tidak boleh, itu karena aturan. Aturan kita, aturan Negara, aturan Allah swt.


3.   Menguatkan kebaikan
Maksudnya adalah kita sebagai orangtua adalah contoh bagi anak-anak kita.

4. mengajak anak berkomunikasi dan menjadi pendengar yang baik.
Sejak kecil biasakan lah kuatkan bonding kita dengan anak melalui komunikasi. Dalam hal ini komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi 2 arah yang berkualitas. Bukan sekedar menasehati, bukan sekedar bertanya dan anak menjawab. Untk orang tua yang 22nya bekerja dan anak diasuh oleh pembantu, Abah mewajibkan setidaknya 30menit setiap hari kita menghabiskan waktu bersama anak. Bersama bukan berarti di samping anak. Bersama anak = tanpa didampingi Tv, tanpa facebook, tanpa masakan, tanpa sms’an, tanpa aktifitas di mesin cuci, dll. Contohnya adalah mengajak anak bermain masak-masakan, menemani anak belajar dan wajib  perhatian kita benar2 tercurah utk anak saat itu serta kita benar2 terjun di dunia nya saat itu.. Dengan begini, meski anak tidak  menghabiskan bnyk waktu dgn kita orangtuanya sehari-harinya, seburuk apa pun pengaruh lingkungan di luar, kita lah sosok terpenting dalam hidupnya, karena secara kodrat sudah ada ikatan batin, jika ikatan itu tidak dipupuk, maka anak mudah terpengaruh dunia luar (pembantu, teman, pola asuh neneknya, TV, dll)

5. Menurut penelitian yang pernah abah lakukan, anak-anak yang hidupnya bermasalah dan sering terlibat kenakaln remaja adalah BIASANYA anak tengah. Ini menurut data penelitian abah lho ya. Kenapa? Mengasuh anak tengah (sebenernya semua anak sih)  itu kalo salah jalan,  berakibat pada buruknya masa remaja dan dewasanya kelak. Anak tengah BIASANYA dituntut mengalah dari adeknya yang bungsu dan sering jadi sasaran kenakalan kakaknya, alias perasaannya sering jadi korban dan terabaikan. Yuk Yak yukkkkk yang punya anak tengah , ayo koreksi diri apakah kita sudah adil dan tidak mengabaikan perasaannya sehari-hari. Betewe betewe, saya sendiri anaktengah nih hehhehehehe tapi alhamdulillah tidak pernah terlibat kenakalan remaja.

Dan lagi, Abah menekankan bahwa tujuan kita mendidik anak adalah utk keselamatan dunia akhiratnya. Banyak hal-hal yang ngga principal dianut oleh orang tua jaman sekarang. Anak diwajibkan mengejar nilai, pinter berhitung , dll. Menurut Abah, LEBIH CEPAT BELUM TENTU LEBIH BAIK. Contohnya anak usia 2thn diajari membaca. Kalo orang tua paham, bukan mambacanya itu yang penting, tp bagaimana anak suka membaca dan belajar. Anak bisa solat dan membaca alquran umur 4thn, itu ngga penting, yang penting bagaimana kita mengarahkan anak menerapkan agama di masa depannya, jangan sampai suatu saat jika mereka dewasa mengerjakan ibadah secara lengkap tp korupsi di kantornya, rajin baca alquran tp ngga ngerti maknanya. Terapkan lagi diri kita dan anak anak kita bahwa semua perbuatan itu ada balasannya.

Bukan berarti Abah menentang sistem pendidikan Negara kita. Menurut Abah, sekolah di Indonesia terlalu rumit, anak2 dipaksa menguasai banyk mata pelajaran dan yg terpenting adalah nilai bahkan ada guru di sebuah sekolah yang menyarankan contek masal. Pada kenyataannya anak2 beliau bersekolah di sekolah biasa, dan jadi juara di kelasnya. Tapi bukan itu yang penting. Yang ditekankan abah pada anak2nya adalah Nilai memang penting dan wajib di kejar karena kalau nilai bagus kalian  bisa sekolah di tempat yg kalian inginkan. Dan ada yang lebih penting dari sekedar nilai, anak2 ditekankan pada makna belajar.  Dan selain itu, jika kita menerapkan pola asuh yang benar untuk anak kita, segala pengaruh negatif dari luar tidak mempan masuk ke dalam otak anak kita.

Dan lagi, semua anak itu unik. Diciptakan Allah untuk dititipkan pada kita. Seburuk-buruknya anak, pasti ada kelebihannya. Tugas kita lah bagaimana menonjolkan kelebihannya sehingga bermanfaat di hidupnya. Dan sepandai-pandainya anak, pasti punya kelemahan, tugas kita lah yang belajar agar kelemahannya tidak merugikan mereka di satu saat nanti. contoh : seorang anak extrovert akan lebih mudah menyapa dan bergaul meski itu adalah dgn orang dewasa yang belum dikenalnya, misalnya : abah pernah ketemu di supermarket anak 5 tahun "om, kok sendirian, anaknya mana?" wkwkwkwkwk anak kecil belum ditanya malah nanya duluan, tentu yang jadi orangtuanya seneng ya punya anak PD abis, tapiiiiii kelemahan anak model begini adalah GAMPANG DIAJAK ORANG ALIAS DICULIK. Nah loooo....makanya jangan lihat kelebihan anak doank, tapi antisipasi kemungkinan buruknya juga.

Selesai dari acara tersebut aku langsung praktekan untk anakku. Ceritanya begini ya sodara-sodara…selesai acara aku dijemput suamiku dan Fiqi. Sambil menunggu suami solat mghrib, aku duduk di anak tangga bersama FiQi. Ceritanya aku mengajak anakku ‘berkomunikasi efektif’ dengan memintanya naik tangga sendirian. Kebetulan di rumahku kan ngga ada lantai 2 nya.
“ayo kak, kakak mau nggak naik ke sana ngga sama mimmy”
Sambil senyum “hiiii ngga mau”
Kenapa kak?
“takut” ----langsung deh inget jaman dulu Fiqi umur 1thn udah merayap di tangga rumah eyang dan aku selalu “FiQi jangan ah, nanti jatuh, blab la bla”
“ayo donk kak, nggapapa”
Lalu dia berdiri dan naik ke satu anak tangga sambil bilang “takut mimmy, kakak ngga bisa” ----kalo lama-lama begini terus pesimis deh ini anak
“ayo sayang , kakak kan pinter, ayo naik pake dihitung tangganya”
Butuh agak lama ‘merayunya’ aku terapkan jurus2 abah dan sampe akhirnya dia bener2 mau dan bisa naik sampe tangga ke enam.
Dan lalu dia senyum “kakak bisaaaaaa”
Lalu dia turun dan aku peluk sambil kami tertawa “kakak, kalo kakak bisa namanya kakak anak piiiinnnn” “TEEEEEEE” begitu riangnya dia dan ceria..
Yaachh sepele sih, Cuma perkara naik tangga doank. Sambil ku sesali aku yang dulu-dulu bersikap terlalu “ngga mau repot” aku pikir lagi “gimana kalo aku ngga berubah dan begini terus, bisa-bisa anakku benar2 tumbuh jadi anak yang penakut, dikit2 takut, pesimis dll. Alhamdulillah, aku masih diberi kesempatan oleh Allah untk berubah, demi anak-anak.

Selesai suamiku solat magrib, di perjalanan pulang kuceritakan padanya dan sedikit aku ‘laporkan’ apa hasil seminarku 2 hari. “pokoknya ya mas, kita jangan lagi bla bla bla bla, anak-anak bisa blablabla, nanti lengkapnya aku cerita di rumah”
Suami dgn santainya “kamu aja yank, renang ngga berani, parkir mundur sampe sekarang masih gemeteran, bawa mobil suka shock sendiri di tengah jalan, kok anak- anak dilarang takut.”

“yeach  kan aku begini, masa juga pengen anakku begini, aku begini juga kali aja dulu bapak ibuk ngajarin aku ngga boleh ini ngga boleh itu, tp kan ngga boleh kalo sekarang  aku menyalahkan mereka, toh mereka hanya mewarisi nenek moyangnya, dan mana ada jaman dulu parenting2an beginian,informasi gratis di internet,  mana mampu belanja buku2 psikolog anak dll” **versi pembelaan seorang  istri yang ngga berani bawa mobil ngebut tp ngga mau disalahin ^_^

Janjiku pada anak-anak, insyaallah aku akan selalu belajar menjadi orang tua yang baik. Demi mereka aku ikut acara ini, demi mereka aku belajar, dan insyaallah tidak ada yang terlambat.

Sebenrnya tulisan ini ngga seberapa isinya disbanding isi seminar kemarin. Bener2 ngga nyesel deh aku. Banyak orang tua (ayah maupun ibu) yang ikut acara ini dan merasa bersalah pada anaknya selama ini, mereka berpikir saat ini sudah menjadi orang tua yang baik pada akhirnya menyesali sikap mereka selama ini yang ternyata salah dan menyakiti. **kalo aku sih ya, jujur karena merasa masih jadi orang tua yg ala kadarnya, yang bandel dll, makanya mau ikut acara ini**lah mereka yang udah merasa terbaik aja menyesal dgn sikapnya selama ini sampe nangis-nangis gitu, apalagi akuuuuuu huhuhuhuhuhu…..

Tak ada yang terlambat untuk belajar, apalagi belajar menjadi orang tua adalah tugas kita seumur hidup. Saat di akhirat nanti kita lah yang dimintai pertanggungjawaban atas anak kita, bukan gurunya, temannya, neneknya. Saat kita tua, kita ingin anak kita menjadi orang dewasa yang sukses, dan merawat kita saat kita renta dgn ikhlas. Saat kita meningal, kita yakin anak-anak kita mendoakan kita dengan tulus dan tidak sekedar berebut warisan. Warisan harta tak seberapa dibandingkan dengan warisan anak.

Ihhh panjang bener tulisannya..maaf ya kalo begitu membosankan karena aku bukan penulis. Isi seminarnya jaauuuhhhh lebih bagus daripada ini. Jika nanti ada seminar Program Sekolah Pengasuh Anak (PSPA) di kota teman-teman tinggal (lihat jadwal di link INI) , silahkan ikut. hari ini aku Hanya ingin berbagi. Jika ada bagian cerita yang dirasa negatif, mohon jgn diambil. Semoga bermanfaat.

Salam
-ayu-

2 komentar:

  1. Dapat broadcast tulisan ini...terima kasih ya, Mba, sudah berbagi.

    BalasHapus
  2. Eh iya sama, saya juga sampai ngga percaya tulisan ini pernah dibroadcast di grup WA. Terimakasih sudah mampir di blog ini.

    BalasHapus